Jumat, 14 Februari 2014

Journey of my life-III

Selasa. 30/07/13

Rasanya sedih, Saya harus tidur terpisah dari Papa. Karena di ruang ICU tidak boleh ada yang menginap kecuali dokter jaga. Sehingga Saya hanya dapat menunggu sampai jam besuk tiba.
Sebelumnya Saya juga broadcast message untuk update mengenai kondisi Papa, baik ke saudara maupun teman-temannya.

Jam 12.00, banyak kerabat & rekan kerja Papa yang berdatangan untuk menjenguk beliau. Bisa di bilang ruang ICU ramai karena rombongan ini. =) Hari ini Papa sangat senang, terlihat dari ekspresi wajahnya. Terutama ketika teman-teman terdekatnya datang mengunjunginya, 3 sekawan yang doyan melawak, hari ini pun berhasil membuat Papa tertawa. Untuk Om Sin-Sin, Om Paulus, dan Om Sidik, Terima kasih banyak atas support yang kalian berikan untuk Papa. It priceless..

Hari ini pun banyak rekan kerja Papa dari Tosia Property yang datang, banyak yang berdoa untuk kesembuhan Papa. Tidak lupa juga dari teman kantor lama Papa dari House Mart Property pun datang silih berganti. I’m so thankful to them.. ;’)

Rabu, 31/07/13

Hari ini orang-orang yang besuk tidak seramai kemarin, namun tetap saja ada yang datang untuk menjenguk Papa. ;) 
Sekitar jam 12.30 ada seorang pendeta yang datang, mendoakan Papa yang terbaring. Saat itu Pendeta menuntun Papa untuk berdoa pertobatan, dimulai dari kata pertama sampai rangkaian doa ditutup dengan Amin, Papa dapat mengucapkan doa tersebut dengan lancar. Mendengar Papa berdoa menerima Tuhan Yesus. Ini adalah doa terindah yang pernah Saya dengar.

Hati Saya begitu tenang setelah Papa berdoa seperti itu. Saya yakin hal ini pun membuat Papa semakin tenang.

Malam harinya Saya dipanggil dokter & disana ada dokter spesialis ginjal. Dokter tersebut menjelaskan bahwa obat-obatan yang sudah diberikan tidak dapat membuat komplikasi penyakit Papa semakin membaik. Kemungkinan lainnnya ginjal Papa pun sudah tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga ada kemungkinan Beliau harus cuci darah. Saat itu Saya tidak dapat berkata apa-apa lagi, Saya hanya menginginkan dokter tetap berusaha memberikan effort yang terbaik untuk Papa. Akhirnya Papa di supply beberapa kantong darah, agar dapat membantu menggantikan darahnya yang sudah tercemar sebelumnya.

Kamis, 01/08/13

Jam 6.30, tiba-tiba di pagi ini Saya dipanggil masuk ke ruang ICU oleh dokter specialist ginjal, dokter langusng menjelaskan kondisi Papa semakin drop, fungsi ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan baik sehingga harus cuci darah agar tidak membuat komplikasinya semakin tambah parah. Namun dengan tindakan itupun dokter tidak dapat menjamin kalau Papa akan membaik, beliau mengatakan ini hanya merupakan tindakan preventive agak komplikasinya tidak semakin parah. Lalu dokter menanyakan keputusan Saya, apakah tindakan tersebut mau dilaksanakan? It’s a hard question for me. Coz it’s expensive? NO! I’m NOT think about money right know, I’ll DO MY BEST EFFORT for My Dad even though I don’t have a penny. Setelah semua pertimbangan yang Saya pikirkan untuk Papa, dengan berat hati Saya : Menolak tindakan cuci darah tersebut. Rasanya berat banget mengucapkan hal tersebut, di satu sisi Saya teramat sangat Papa membaik, tapi hati Saya sudah tersiksa melihat Papa terbaring seperti ini, jika dengan cuci darah pun Papa tidak membaik, Saya tidak tega melihat Papa tambah tersiksa dengan selang tambahan yang harus di masukkan dari lehernya. Saya TIDAK RELA penderitaan Papa bertambah.

Pukul 12.00,
Saatnya jam besuk dan mulai banyak yang berdatangan untuk menjenguk, menyemangati, dan mendoakan Papa. Karena sudah agak ramai (FYI : Pengunjung ke ruang ICU tidak boleh masuk secara bergerombol-Kebijakan RS), Saya izin ke ruang tunggu agar memberi kesempatan pada teman / saudara Papa yang mau menengoknya.

Pukul 12.30,
Ketika Saya mengisi perut dengan 2 suap mie ayam, tiba-tiba ada suster yang memanggil “Keluarga Bapak Adjie”. Saya langsung meninggalkan makanan tersebut dan berlari ke ruang ICU, saat itu dokter spesialis yang menangani Papa berkata : “Kondisi beliau sudah bertambah drop, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, lebih baik pihak keluarga berada disini untuk menemaninya.” Mendengar ini rasanya jantung saya sempat berhenti sejenak. Saat itu Saya hanya dapat berdiri di sampingnya sambil terus berdoa, supaya Beliau mendapatkan perlakuan yang terbaik dari Tuhan.

Melihat di monitor denyut jantung Papa semakin melemah, sambil berbisik ke telinganya : “Papa, Papa serahkan semuanya ke Tuhan karena Tuhan akan kasih yang terbaik buat Papa. Aku ngga mau Papa menderita seperti ini, aku mau Papa bisa sehat lagi dan pulang sama aku ke rumah, tapi kalau sekarang Papa ngga kuat lagi, dalam hati Papa berdoa,ya sama Tuhan supaya Tuhan kasih keputusan yang terbaik buat Papa. Aku tahu, Papa pasti mau terus berjuang buat aku, aku tahu banget. Papa jangan khawatir sama aku, aku JANJI sama Papa kalau aku akan terus mengejar mimpi aku. Aku bakal buktiin ke Papa kalau aku bisa berhasil raih mimpi aku. Papa jangan khwatirin aku, karena banyak teman-teman yang bakal bantuin aku, aku percaya Tuhan  pasti akan ngelindungin aku. Jadi, Papa jangan khawatir ya sama aku. Papa terus berdoa dan serahin semua ama Tuhan, Papa pasti dikasih  jalan yang terbaik, Pah.”

Pukul 13.03, denyut jantungnya semakin drop dan kemudian hilang....
Tidak dapat diungkapkan rasa sedih yang Saya rasakan, karena kehilangan satu-satunya keluarga yang saya miliki di dunia ini. Mulai dari bayi, sampai ketika Mama meninggal dunia di usia Saya yang baru menginjak 6 tahun, Beliau yang merawat Saya sampai saat ini. Saya cuma tinggal berdua dengan Papa dan sekarang tiba-tiba Papa tidak ada.

Saat itu Saya hanya dapat menghibur hati Saya dengan mengatakan dalam hati : “Papa udah ngga tersiksa lagi dengan penyakitnya, Papa sekarang udah BAHAGIA sama Mama disisi Tuhan, Papa udah tenang sekarang.”
Saya pribadi dari hati yang paling dalam, TIDAK rela ditinggal pergi secepat ini sama Papa. Tapi Saya lebih tidak rela, kalau Papa tersiksa lama dengan penyakitnya. Karena dulu Papa pernah berkata “Lebih baik kalau nanti memang sudah waktunya, jangan dikasih penyakit yang aneh-aneh sampai harus ngerasain sakit-sakitan, menderita kalau seperti itu”. Saya yakin, Papa sekarang udah BAHAGIA disisi Tuhan, sekarang tinggal Saya yang harus meneruskan hidup di dunia ini sambil terus berusaha membuktikan janji Saya ke Papa.

I don’t know what the right sentence to express what I feel, I can’t describe it well. Kesedihan, kesendirian, rasa takut, rasa kehilangan, semua campur aduk di waktu ini. Banyak pertanyaan yang muncul, “Bagaimana hidup Saya selanjutnya tanpa Papa? Biasanya pulang ke rumah ada Papa, ada yang cariin kalau pulangnya kemaleman. Biasanya ada Papa yang mendengarkan cerita Saya. Apa yang harus Saya lakukan untuk hidup sendirian?”

Pikiran itu untuk sementara terlupakan, karena Saya harus fokus memberikan yang terbaik untuk mengurus Papa sampai semuanya selesai. Saya teringat Papa pernah berpesan, mau di kremasi saja apabila meninggal dunia. Maka dari itu Saya mau mewujudkan pesannya.
Setelah banyaknya prosedur & administratif yang harus dilewati, di kapal yang mengantarkan kami ke tengah lautan, kami (Saya & adik-adik Papa) melepas pujian & berdoa untuk mengantarkan beliau, dan akhirnya Saya dapat menyatukan Papa & Mama, lalu melepaskan abunya ke laut secara bersama-sama...

“Pa, you’re the one who give me everything that you have,
You’re the one who willing give the best effort for me,
You’re the one who really love and care about me,
Pa...You’re a GREAT daddy for me,

I already ask GOD, why He’s taking you so fast from me..
The only answer that I know is because He don’t want you to suffer in this world,
He really loves you so much that’s why, he sent you to come into His place; Heaven.

I really love you, pa and ma, I know both of you are happy now...
Like I always says...
My father always gonna be my HERO,my Macgyver and my mother always gonna be my Guardian Angel..
And I believe, someday we gonna meet again as a Family in Heaven...

Sending both of you a lot of love from your one and only daughter..."


Love,

Agnes

Journey of my life-II

Sabtu, 27/07/13

Jam 8 pagi, baru ada suster jaga yang hanya datang untuk mengkontrol gula darah Papa.
Kondisi Papa sepanjang hari semakin lemas, pagi hari Beliau tidak mau makan. Dan siang harinya hanya mau makan buah. Itupun hanya 2 gigitan kecil.

Frekuensi BABnya semakin sering, namun hingga malam tidak ada makanan yang dapat Beliau konsumsi lagi. Hanya minum teh manis hangat.

Minggu, 28/07/13

Papa sudah tidak makan seharian dari semalam dan dalam pikiran Saya, hal ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama, harus diambil tindakan. Akhirnya saya coba konsultasi dengan “dokter” di RS tersebut, memang jalan yang terbaik yang dapat diambil adalah memasukkan selang makanan langsung ke lambungnya.

Dan saat itu Saya pun sudah membayangkan rasa TIDAK NYAMAN serta rasa SAKIT yang harus dirasakan pasien apabila hal tersebut harus dilakukan. Dan saat itu Papa pun tahu apabila selang tersebut dipasang, rasanya sakit.

Sebelumnya Saya mencoba mencari tahu dari beberapa pihak termasuk dari Ayah teman Saya yang seorang Dokter, memang sepertinya jalan tersebut adalah jalan yang terbaik. Karena dari penjelasan beliau, apabila tidak dipasang selang makanan maka dapat mengakibatkan lambung Papa luka dan membuat Papa semakin kehilangan banyak cairan & asupan makanan untuk tubuhnya.

Saya mencoba menjelaskan ke Papa, seperti penjelasan yang Saya dapatkan dari Ayahnya teman Saya tersebut. Sangat bersyukur, Papa akhirnya setuju karena Saya yakin Beliau masih punya semangat juang yang tinggi untuk sembuh.

Akhirnya di siang hari dipasangkan selang makanan ke tubuh Papa. Ada yang pernah melihat caranya? Selang tersebut diukur terlebih dahulu, diolesi anastesi, lalu dimasukkan ke tenggorokan langsung. Pasiennya sadar ?! SADAR dan Beliau harus berusaha menelan selang tersebut sampai di lambungnya. Saya yang melihat secara langsung, rasanya SAKIT SEKALI!!!

Saat itu Papa langsung diberi susu kedelai, 1 gelas saja. Saya heran sekali, pasien yang sudah tidak makan dari kemarin... kenapa hanya diberikan susu hanya 1 gelas?!!! Apakah itu cukup?! Jadi Saya bertanya langsung sama Papa, apakah beliau masih lapar? Namun, jawabannya tidak lapar lagi.

Tapi disekitar mulutnya kering sehingga perlu diberikan sedikit air. (FYI : apabila pasien sudah dipasang selang makanan, maka tidak boleh ada makanan/minuman yang masuk melalui mulutnya, harus melewati selang makanan tersebut, hal tersebut dilakukan untuk menghindari pasien tersedak/cairan yang salah masuk ke paru-paru bukan ke lambung)


Senin, 29/07/13

Dari semalam papa tidak tidur, hanya berbaring sambil bolak balik badan, kelihatannya seperti gelisah.
Saya sempat tidur sampai sekitar jam 4 subuh dan bergantian jaga Papa dengan Tante Saya.
Sekitar jam 6 pagi, Papa mencabut paksa selang yang makanannya sendiri. Saya kaget dan panik karena takut Papa kesakitan & melihat selang tersebut terisi cairan hitam, makes my hands shaking.

Mulai dari kejadian itu Saya mencari dokter LARAS, mencoba “memaksa” agar dia mau memeriksa Papa dengan lebih detail. Karena dengan kondisi Papa yang seperti orang setengah sadar, membuat Saya berasumsi pasti ada sesuatu yang tidak beres dengan penyakitnya sehingga membuat Papa menjadi seperti ini.

Apabila hal ini harus dibawa ke ICU untuk penanganan lebih lanjut, maka hal tersebut yang AKAN Saya lakukan! Lalu si dokter menyatakan bahwa kondisi Papa sekarang diakibatkan “Krisis Thyroid”, meskipun Saya panik & takut, namun otak Saya masih penuh pertanyaan..
“Bagaimana mungkin thyroid menyebabkan penurunan kadar kesadaran seseorang? Apakah hal ini tidak disebabkan karena penyakit liver ? Terlebih lagi BAB Papa sudah menghitam” Pertanyaan ini terus menggema, namun yang Saya dapat lakukan adalah mencoba mencari obat thyroid sesuai resep yang diberikan sang “dokter”, karena Saya pikir mereka yang sudah belajar ilmu kedokteran, seharusnya mereka yang lebih pintar dari Saya kan?!

Ternyata si dokter hanya memeriksa sambil berkonsultasi dengan dokter seniornya, darah Papa sudah diambil untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut & hasilnya merupakan tolak ukur apakah Papa perlu dibawa ke ICU atau tidak. Hasil tersebut baru didapatkan setelah hampir 3 jam menunggu, lalu hasil tersebut harus di review kembali oleh dokter yang ada di ICU. Lalu kami kembali menunggu, setelah menunggu sekian jam si dokter ICU menyatakan bahwa Papa memang harus dibawa ke ICU, namun ICU di RS Persahabatan PENUH!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

It’s that a JOKE?!!! Damn it! Kalau memang ruang ICU disana penuh, kenapa harus bertele-tele membuang waktu sedangkan kondisi suhu badan Papa yang sedikit panas & Papa yang semakin melantur ngomongnya. Saat itu rasanya sedih & campur MARAH luar biasa. Rasanya mau Saya beri pelajaran ke sang “dokter”, namun prioritas Saya saat itu hanya PAPA. Tidak ada hal lain yang Saya dapat lakukan selain tetap berada disisinya, sambil meminta tolong ke Tante dan teman dekat Saya.

Saat itu teman baik Saya sudah membantu mencarikan alternatif RS lain yang masih memiliki ketersediaan ruang ICU yang berventilator, jadi Saya dapat fokus menjaga Papa. Saat itu Papa tetap tidak dapat tidur, sebentar berbaring ke kanan-kiri, sebentar Beliau minta duduk, lalu berbaring kembali.
Karena tingkahnya yang tidak biasa itu, Saya kemudian berkata : “Pah, Papa ngga cape dari kemarin ngga tidur? Papa ngga ngantuk?”, Beliau hanya diam dan melanjutkan aktivitasnya. Saya harus menjaganya agar Papa tetap terbaring dengan tenang, karena semakin siang kondisi Papa semakin menurun. Perilakunya yang mau mencopoti selang infusnya membuat Saya harus menjaga dengan sepenuh tenaga. Namun tetap saja, infus ditangan sebelah kanannya dapat dicopot paksa olehnya, darah sudah bercucuran namun Beliau tidak merasakan.

Ketika Saya memanggil suster untuk memperbaiki infusnya, Beliau marah & berkata : “Mau apa lagi sih?”. Setelah sekian lama ada di RS ini, baru pertama kali ini Papa berkata dengan nada seperti itu.
Setelah Saya mendapatkan kabar dari teman baik Saya, bahwa di RS Gading Pluit ada ruang ICU. Maka secercah harapan muncul di hati Saya, namun mengetahui kenyataan bahwa masuk ICU di RS Gading Pluit diperlukan deposit sebesar IDR 20.000.000,-.

Saya sendiri tidak punya tabungan sebanyak itu, namun apa yang di lakukan teman Saya.. Dia berkata : “Lu ngga usah mikirin soal biayanya, karena banyak yang mau bantuin lu koq. Jadi sekarang kita fokus aja pindahin Bokap ke ICU.” Saya & Papa benar-benar terbantu karena ada TEMAN-TEMAN Saya yang Standby & siap membantu seperti ini, Saya hutang budi dengan mereka.

Karena prosedur dari RS Persahabatan yang bertele-tele, jam 3 seharusnya Papa sudah dapat dibawa keluar dari RS (yang katanya) Persahabatan, namun akhirnya Papa baru dapat diantar ambulance sekitar jam 5 sore! Hari senin, jam pulang kantor! Saya tahu, sangat teramat riskan membawa pasien keluar ke RS lain dengan kondisi seperti ini, resikonya bisa sampai menyebabkan terjadinya hal yang tidak diinginkan. Itu yang Saya takuti. Sepanjang jalan, Saya hanya dapat berada di sisi Papa sambil berdoa agar semuanya baik-baik saja.

Sekitar jam 6-6.30, Papa langsung masuk ke ruang IGD RS Gading Pluit. Papa langsung ditangani oleh 1 dokter jaga & 2 suster, mereka langsung sigap menangani Papa. Dan sebelumnya karena salah satu teman baik Saya sudah membawa laporan rekam medis sebelumnya, sehingga memudahkan dokter untuk mempelajari terlebih dahulu.

Lalu selagi menunggu Papa disiapkan, Saya ditanya oleh dokter mengenai riwayat penyakit Papa sebelumnya, di RS sebelumnya sudah mendapatkan pemeriksaan dan tindakan medis seperti apa, sampai kejadian dihari ini. Semua mendetail & sangat amat berbeda dengan RS Persahabatan.

Saat itu Saya kembali bertanya  dengan dokter di RS Gading Pluit, diagnosa Papa sekarang kenapa? Untuk hal penyebabnya, dokter tidak dapat memastikan sebelum pemeriksaan lab lebih lanjut, namun untuk diagnosa awal yang menyebabkan Papa menjadi setengah tidak sadar seperti ini karena fungsi hatinya yang semakin memburuk.
Memang ada kemungkinan krisis thyroid namun itu merupakan efek samping dari liver yang sudah tidak berfungsi dengan baik. Rasanya gelap semuanya, selama ini Saya merasa sangat amat BODOH dapat mendengarkan “dokter” di RS Persahabatan itu.

Setelah itu Papa langsung dibawa masuk ke ruang ICU dan kurang dari 1 jam, Saya dipanggil masuk ke ruang ICU dan disana ada dokter Spesialis beserta tim-nya. Dokter memperlihatkan hasil lab yang super banyak di monitor dan Saya langsung di jelaskan satu per satu secara detail.

Saat itu Saya hanya masuk sendirian, karena saat itu adik-adik Papa masih dalam perjalanan. Sebelum masuk ke hasil lab, dokter berkata “Kondisi Papa kamu ini, udah ngga bagus. Kamu harus siap dengerin hasil lab ini ya, karena hasilnya jauh dibawah batas normal.” Cuma bisa mengambil 1 napas panjang, kemudian Saya mengangguk. Hasil lab Papa memang jauh dibawah normal, namun akhirnya Saya mendapatkan jawaban atas akar permasalahan (penyakit) yang Papa alami. Dari mulai faktor penyebab sampai efek samping lainnya. Dari semua yang sudah Saya dengar membuat diri ini lemas & tidak dapat berkata-kata lagi.

Ternyata Papa sudah terkena sirosis hati (kanker hati, membuat hatinya keras & mengecil serta tidak dapat berfungsi menyaring zat-zat yang di asup), karena hatinya sudah tidak berfungsi, maka membuat komplikasi penyakitnya bertambah parah. Fungsi hati juga menyaring racun / zat yang tidak terpakai di tubuh kita, apabila hatinya sudah tidak berfungsi... maka racun yang ada di tubuh dapat meyebar sampai ke daerah otak. Ini yang membuat Papa setengah tidak sadar, racun dalam tubuhnya sudah menyebar sampai otak.

to be continued...

Journey of my life-I

Rabu, 24/07/13

Sebagai anak tunggal, Saya diberi kesempatan berharga untuk mendedikasikan waktu & tenaga untuk merawat Ayah tercinta (satu-satunya Keluarga yang tersisa di dunia ini). Bulan Juni 2013, Saya resmi resign dari kantor dan memiliki waktu lebih banyak yang dapat Saya habiskan dengan Papa, meskipun tidak mendapatkan penghasilan untuk sementara waktu namun Saya sangat bahagia sampai tiba pada diagnosa yang Saya ketahui di waktu dipertengahan Juli 2013...

Gejala yang terjadi sebelumnya ia mengeluh sakit maag, penurunan nafsu makan, BAB yang terus menerus dan adanya perubahan warna kulit sampai matanya menjadi kuning. Dan dihari Minggu sebelumnya hasil lab sudah ada ditangan Saya, rasanya SHOCK ketika melihat hasilnya.. Papa terkena Hepatitis B. Saat itu saya panik karena sebelumnya Papa ngga pernah sakit sampai akhirnya Papa harus masuk ke IGD.

Jangan membayangkan semua IGD merupakan tempat yang steril, banyak dokter dan perawat yang professional & sigap melayani pasien yang datang silih berganti. Kenyataan yang ada di RS ini TIDAK demikian.

Begitu banyak orang dengan keluhan yang beragam masuk ke ruang IGD, kebetulan sebelah ranjang Papa juga menderita Liver. Namanya Pak Selamet, saat itu Ia ditemani dengan istrinya, Ibu Yatmi dan kakak iparnya. Alhasil kami mulai berbagi cerita dan bertambahlah teman Saya =).

Rabu malam, ada seorang Bapak yang masuk ke ruang IGD dengan keluhan sesak napas. Saat itu Beliau ditemani dengan istri & 3 anaknya, 2 perempuan dan 1 laki-laki. Wah, sedikit iri karena mereka begitu banyak jumlahnya, sehingga bisa saling support satu dengan yang lainnya.

Kamis, 25/07/13

Jam 2.30 pagi, Istri dari Bapak tersebut memanggil dokter untuk meminta pertolongan lebih lanjut, seketika hal ini mengagetkan Saya yang sedang terdiam berusaha untuk memejamkan mata sejenak.
Tiba-tiba terdengar suara mesin elektrokardiogram “niiiiittttt........” lalu dokter mengeluarkan defibrilator (alat pengejut jantung), 1..2..3.. dokter lainnya mulai membantu memompa dada Beliau.
Masih belum menunjukkan apa-apa, kembali terdengar suara defibrilator & kembali dipompa. Salah satu anak perempuannya dan sang istri terlihat sangat cemas & sambil berusaha memanggil, “Pak, bangun..pak.. Bapak harus ingetin aku. Bangun...pak”. Sambil terus memanggil, “Sayang..bangun sayang.. Pak, dengerin aku,pak... bangun sayang..” Sang istri terus memanggil suaminya.

03.05 pagi, sang istri terus membisikkan doa sambil menggenggam tangannya, anak-anaknya sudah berkumpul kembali, lalu tiba-tiba Beliau bernafas kembali.
Setelah kejadian ini Saya tidak dapat tidur, masih syok melihat kejadian langsung seperti ini. Saat itu Papa juga tidak bisa tidur, mungkin karena di IGD tidak nyaman sehingga Beliau tidak dapat istirahat. Tetapi Saya tetap “memaksanya” untuk beristirahat, agar badannya bisa lebih fit lagi.
Tapi Saya yang tidak bisa tidur, sambil melihat sekeliling..begitu banyak kejadian & pelajaran yang dapat Saya petik dari pengalaman ini.

Namun sekitar jam 6-7 pagi, Bapak itu kembali sesak nafas. Hal ini membuat salah satu anak perempuannya panik, dia menghubungi kakak perempuannya dan saudara laki-lakinya untuk segera berkumpul di IGD. Dokter kembali mengeluarkan alat defibrilator & berusaha menolong Bapak itu, namun setelah 5 menit berlangsung... belum ada tanda bahwa beliau dapat bernafas kembali.
Sang istri terus berada di sisinya, sedangkan kedua anak perempuannya sambil bergandengan tangan untuk saling menguatkan & berdoa bersama untuk keselamatan Ayahnya.

Namun setelah beberapa menit, dokter akhirnya menyatakan bahwa Beliau telah meninggal dunia. Rasanya runtuh sudah kekuatan anaknya, satu perempuan terduduk dilantai IGD, salah satunya lagi memeluk Ayahnya sambil menggoyangkan badannya agar Beliau bangun, “Pak, bangun...pak. Bangun.... Minggu depan aku nikah, pak. Bapak harus dampingi aku,pak......” Sang istri pun menangis & berusaha menenangkan anaknya. Saya melihat Ibu tersebut sangat TEGAR, disatu sisi Saya dapat melihat Ia begitu kehilangan suaminya, namun sepertinya Ia pun merelakan suaminya tenang disisi-Nya, meskipun air matanya jatuh..namun Ia dapat tetap menguatkan & menenangkan anak-anaknya.
Kembali sebuah pengalaman berharga  yang tidak akan terlupakan oleh Saya.

Jam 8 pagi ada pemeriksaan oleh dokter jaga. RALAT mungkin lebih tepatnya dokter jaga tersebut hanya melakukan “PR”-nya karena tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai diagnosa penyakit Papa saya. Sampai jam 9 pagi, belum ada dokter internis yang memeriksa Papa.
Saya mulai bertanya ke perawat, dokter jaga sampai ke bagian administrasi untuk mendapatkan bagaimana caranya menghubungi dokter internis. Saya sampai harus “mengemis” kepada mereka agar mereka mau SEGERA menghubungi sang “Bintang” (Dokter Internis) untuk datang ke IGD.

Jam 11.30 sang “bintang” baru datang dan pemeriksaan yang dilakukan ke Papa hanya menekan jarinya di daerah perut lalu dia bilang “kemungkinan ini kena pankreas dan harus dirawat inap.
THAT’S IT!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Hampir seharian saya harus mengurus administrasi yang SUPER RIBET karena saya menggunakan program KJS. [Bagi yang belum tahu KJS (Kartu Jakarta Sehat), nanti akan saya bahas lebih lanjut mengenai RIBETnya administratif mengunakan KJS.]

Malam harinya Papa baru mendapatkan kamar untuk rawat inap; kamar kelas 3 yang berisi 7 orang, hanya ada kipas angin dan kamar mandi bersama yang letaknya jauh dari kamar.

Jumat, 26/07/13

Melihat Papa terbaring di ranjang RS, infus yang terpasang di kedua tangannya dan kondisi badannya yang semakin kurus.. Rasanya sangat menyedihkan. Tapi yang saya dapat lakukan hanya terus tegar dan berjuang untuk kesembuhan Papa.

Sekitar jam 9 pagi, biasanya ada pembagian resep obat yang harus ditebus. Saat itu Saya pergi menebus obat dengan Ibu Yatmi, yang kebetulan sang suami pun dirawat di kamar yang sama dengan Papa.
Ketika berjalan, Saya berkata kepada Bu Yatmi.. “Ibu hebat yah, sabar banget menghadapi ini semua. Apalagi masih punya anak kecil yang harus ditinggal demi merawat Bapak.” Saya berkata demikian untuk mengungkapkan kekaguman Saya atas kesabaran Bu Yatmi, karena mengurus suaminya sepanjang waktu.

Namun saat itu Ibu Yatmi berkata, “Nggalah... Saya mah ngga hebat,..yang hebat kamu, nes.. Kalau Saya jadi kamu, belum tentu Saya bisa kayak kamu. Bisa urusin Bapak kamu sendirian kayak gini.” Sambil menitikkan air mata, Saya berusaha tersenyum.

Kemudian Bu Yatmi berpesan, “Agnes harus sabar & kuat yah.. percaya kalau Bapak bisa sembuh. Bapak kamu pasti bangga punya anak kayak kamu, soleha, sabar sampe bisa ngerawat Bapak kayak gini.” Hiksss... terharu... (Oia,Saya kurang tahu arti soleha, yang Saya tahu artinya baik siy. =)
Hari ini kami saling menguatkan untuk terus merawat orang yang kami kasihi.

Kondisi beliau hari ini semakin membaik, karena Papa mulai nafsu makan. Karena makanan RS tidak ada yang enak..alhasil saya membelikan soto ayam untuk Papa. Wah, rasanya begitu bahagia melihat dia begitu nafsu makan dan bisa menghabiskan 1 mangkok soto tersebut.
Malam harinya pun, Ia masih bisa menghabiskan sop iga, meskipun dalam 1 hari ini frekuensi BAB-nya sangat sering (FYI: dalam 1 hari, Papa bisa bolak-balik ke toilet 10x lebih).

Tiba2 dimalam harinya detak jantung Papa sangat cepat, mungkin karena beliau kelelahan bolak balik toilet. Rasanya panik melihat beliau sesak nafas. Saat itu saya berbisik ke Papa, “Papa, janji ya sama aku. Papa ngga boleh nyerah, aku ngga mau kehilangan Papa. Aku masih butuh Papa” saat itu jawaban Papa hanya mengangguk sambil menepuk-nepuk tangan saya untuk menenangkan saya. Ternyata gula darahnya sangat rendah yaitu 69, dan hal tersebut yang menyebabkan beliau sesak nafas.

to be continued....